Senin, 18 Februari 2019

Like Father Like Son



     Siang itu, meski cuacanya sangat panas tak menyurutkan niatku untuk hunting buku, di kota kelahiranku. Syukurlah jalanan saat itu tidak begitu ramai seperti biasa, hingga aku lebih mudah. Sewaktu berhenti di trefik light Motorku berhenti ketika melewati lampu merah. Alhamdulillah, ketika aku membaca pada sebuah bener pengumuman kecil, yang terpampang di pinggir jalan. Pas di samping kiriku.

"Mas coba baca pengumuman itu, ada bazar Sejuta Buku, ayukkk buruan kita kesana!" dengan rasa antusias aku mengajak suamiku untuk menuju ke alamat yang tertera.

"Kita nggak jadi ke toko, yang kita rencanakan?

"Tidak!, ayuk kita ke basar saja" selorohku.

     Entah mengapa, tiba-tiba cuaca menjadi meredup dan mendung pun seolah mengundang angin kencang hingga dedaunan banyak yang jatuh berguguran. Hujan pun tiba, dan saat itu sangat deras sekali. Aku lega sampai di gedung yang kucari. Di sana terlihat hamparan buku-buku yang tertata rapi, aku meliatnya dengan sepenuh hati, agar aku dapat menemukan buku itu sesuai, keinginan yang kuharapkan. Minimal jangan terlalu tebal.

      Buku KH. Ahmad Dahlan, aku ambil kutimang-timang, tapi aku teringat di blog aku sudah pernah menulis tentang KH Ahmad dahlan sewaktu di kelas fiksi tahun lalu. Aku letakkan lagi buku itu,  Tan Malaka sebenarnya pingin sekali baca dan mempunyai buku itu, tapi entah kenapa aku bimbang. Justru memilih Dr Zakir Naik, sebagai pelabuhan pilihan terakhirku. Buku itu kuambil, dan kubaca sampul belakangnya. Rasanya ingin sekali kubuka segel plastiknya. Aduh ... Penasaran sekali.

      Bermula dari mendengar dan melihat, di sebuah chanel yutube.  Dr Zakir Naik. Beliau Da'i Internasional yang cerdas, pemberani, dan sangat menguasai Al-Quran dan Hadist. Bahkan kitab suci agama lain. Aku jadi teringat pelajaran Kemuhammadiyahan di situ juga ada mata pelajaran 'Perbandingan Agama' walau tidak begitu detail. Tapi sudah pernah diperkenalkan. Tak pelak, ku ambil buku itu sembari menuju kasir, untuk membelinya.

      Aku robek segel buku itu. Hujan, semakin deras saja. Kuputuskan untuk membacanya, agar waktu menunggu hujan reda, tiada sia-sia. Perjalanan hidup, Dr Zakir Naik, beliau adalah seorang dokter dan da'i dari India. Nama lengkapnya adalah Zakir Abdul Karim Naik. Lahir pada tanggal 18 Oktober 1965 di kota Mumbi, India. Ayahnya bernama Abdul Karim Naik, sangat menekankan pendidikan, sehingga tidak mengherankan jika Zakir Naik menjadi seorang yang lebih baik dan berkarakter. Pendidikan yang membuat kita menjadi manusia yang mampu berfikir, menganalisa, serta memutuskan dan mendapat pengetahuan yg luas.  Selain pendidikan, yang diperoleh dari bangku sekolah, pendidikan di dalam keluarga Zakir juga tidak kalah penting. Kepemimpinan ayahnya menjadi contoh bagi Zakir.

     Selain faktor kedua orang tuanya, kesuksesan Zakir adalah karena memiliki wanita  hebat disisinya, seperti sosok ibunya dan juga istrinya. Dr Zakir  Naik dan istrinya Farhat Naik dikaruniai dua orang anak  yang bernama Fariq  Zakir  Naik dan Rusda Naik. Dr Zakir naik sudah berhasil mengislamkan banyak orang dengan dakwahnya. Rata-rata mereka masuk Islam, setelah selesai melakukan debat dengan mengajukan beberapa  pertanyaan, dan  dijawab Dr. zakir Naik secara luar biasa, sesuai logika, ada banyak cara seorang non-muslim, bisa dengan mengkaji keilmuan islam yang dimilikinya. IRF (Islamic Research Fundation) yang dikelola Dr. Zakir Naik menggunakan teknologi yang sangat modern untuk menjalankan bebagai kegiatannya. Presentasi Islam disiarkan dan menjangkau jutaan orang di seluruh dunia melalui saluran TV satelit internasional.

     Dr. Zakir Naik, merasa sangat bersyukur karena anaknya Fariq Naik mengikuti ayahnya sebagai pendakwah. Padahal,  Zakir tidak pernah memaksa anaknya, untuk mengikuti jejak ayahnya. Kecerdasan ayahnya tidak jauh berbeda dengan sang ayah. Farik Naik telah menyelesaikan level A-nya (CIE, UK), di Islamic International School & Junior Colloge - Mumbai, India. Pada usia 13 tahun ia menjadi  Hafizhul-Qur'an selama belajar di sekolah.

      Sejak usia 8 tahun, selama dalam perjalanan dakwah dengan ayahnya, Fariq mulai membwrikan ceramah singkat dalam bahasa Inggris dan Arab di depan ribuan orang di Chennai, Pune, Dubai, Italia, Trinidad dan kota-kota lain di dunia. Pada usia 9 tahun, ia berdakwah di hadapan lebih dari  50.000 orang Srinagar, dan audiens yang lebih besar di Hyderabad pada tahun 2006, pada usia 12 tahun. Seiring dengan pendisikan formalnya, ia berkeinginan untuk menguasai bahasa Arab dan mengkhususkan diri dalam  bidang pengetahuan  Islam. Ia berharap bisa mengikuti jejak ayahnya.

      Like Father Like Son, sebagaimana bapak, begitu pula anaknya, pepatah Arab mengatakan 'Man yusyabihu abahu fa ma dzalam' anak yang menyerupai orang tuanya tidak bisa dikatakan telah berbuat kejahatan. Orang bijak berkata, "Jika hidup dalam kritik, anak belajar mengutuk, jika dididik dalam kekerasan, ia belajar berkelahi, jika dibesarkan dalam pembodohan, ia belajar menjadi pemalu, jika selalu di permalukan, ia belajar untuk selalu merasa bersalah, begitu pula sebaliknya. Jika hidupdalam toleransi, anak belajar bersabar, jika dimotivasi ia belajar percaya diri, jika diberi penghargaan sewajarnya ia belajar mengapresiasi, jika dibesarkan dalam rasa adil, ia belajar keadilan, jika hidup dalam rasa aman, ia belajar yakin, jika selalu diberi persetujuan  dan dukungan secara rasionaal, ia belajar mengharhai diri sendiri, dan jika dibina dalam rasa diterima dan persahabatan, ia belajar mencari cinta di seluruh dunia."

      Hal itulah yang ditampakkan keluarga Dr. Zakir Naik. Dr. Zakir Naik merupakan panutan bagi anak-anaknya. Termasuk Farik Naik, Dr. Zakir Naik bersama istrinya menjadi contoh yang baik, bagi anak-anaknya.  Mereka memenuhi kewajiban, yang mesti dipenuhi orang tua terhadap anaknya. Dr Zakir Naik merasa mempunyai kewajiban untuk melakukan hal-hal yang memberdayakan anak keturunannya, baik secara ekonomi, sosial, spiritual, maupun intektual. Dan hasilnya adalah sosok Fariq Naik.

      "Dik, ayuk pulang"  suara suamiku membuyarkan konsentrasiku membaca buku karya Muhammad Iqbal.

"Iya ayukk" jawabku singkat sambil memasukkan buku di tas, aku segera bergegas, karena hujan telah reda.

      Dalam perjalanan pulang, fikiranku masih menerawang, dan berseliweran tulisan-tulisan yang sudah aku baca sebelumnya. Setiap penulis, pasti akan ada perbedaan pendapat, untuk mencoba memaparkan segala apa yang dia tau, dan apa yang dia rasa. Luahan hati dan fikirannya, pembaca akan bisa menerima dan membuat argumentasinya, untuk bisa menyampaikan kembali apa yang tersirat dam karya tulisnya. Satu misal buku yang  berjudul 'Buah Jatuh Jauh Dari Pohon' karya Prof. Dr Zainuddin Maliki. Tidak terjadi dalam buku yang berjudul " The Great Debater Of Islam karya Muhammad Igbal ini. Tulisanku  yang berjudul ' Like Father Like Son' ini tak ubahnya pepatah 'Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohon'

#ReadingCallangeOdop
#tugasLevel2Tantangan3
#CerpenRCO
#OneDayOnePost

8 komentar: