Selasa, 20 November 2018

Roro Kembang Sore (2)

                         Roro Kembang Sore
                    (Babat Tulung Agung)
                             (bagian 2)
                   
         

                   
                   

               
Roro Kembang Sore dan Pangeran Lembu Peteng terlena. Mereka lupa akan tugasnya semula. Pangeran Lembu Peteng yang semula mencari Adipati kalang bersembunyi di taman, kini tak lagi dicarinya. Ia terpana dan jatuh cinta. Begitu pun dengan Roro Kembang sore.


Tanpa mereka sadari, Adipati Kalang mengintip dan melaporkan kejadian itu. Ia lapor kepada Kakaknya, Pangeran Bedalem. Setelah mendegar Putrinya di jamah dan bermesraan di taman, Pangeran Bedalem murka dan ingin membunuhnya.

Perang pun terjadi, antara Pangeran Bedalem dan Pangeran Lembu Peteng. Roro Kembang Sore meronta dan tidak rela Ramandanya ingin membunuh kekasih yang sangat dicintainya. Pangeran Lembu Peteng menarik tangan Roro kembang Sore, dan mengajaknya melarikan diri. Roro Kembang Sore menangis terus, disepanjang  pelariannya.

"Pangeran, kenapa semua ini harus terjadi?" isak tangis Roro Kembang Sore sewaktu istirahat di tepi sungai

"Jangan bersedih sayang, aku akan membawamu ke Majapahit" jawab Pangeran Lembu Peteng sambil merangkul mesra kekasihnya.

Roro Kembang sore menangis, air matanya bercucuran tiada henti. Pangeran Lembu Peteng mengusap air mata kekasihnya dengan mesra penuh cinta. Dipelukan kekasihnya, Roro Kembang Sore meratapi cintanya yang ditentang Ramanda juga Pamannya yang bernama Adipati Kalang.

Tanpa disadari, tiba-tiba Pangeran Bedalem menusuk Pangeran Lembu Peteng dari beelakang. Seketika itu pun ia roboh dan tewas. Jenazahnya dibuang ke kali. Kali itu di namakan  'kali Lembu PETENG' hingga sekarang. Roro Kembang Sore yang tau dengan mata kepalanya sendiri kejadian pembunuhan itu, Dia sangat marah dan membenci Ayah juga Pamannya. Pangeran mengajak putrinya pulang. Namun Roro Kembang Sore, tidak menggubris Ayahnya. Kebencian dan kemarahannya, membuat ia bertekat untuk lari meninggalkannya, tanpa tau arah yang dituju.

Roro Kembang sore kelelahan. Ia memutuskan untuk istirahat. Sampailah ia di satu rumah penduduk, rumah Mbok Rondo Dadapan. Ia diterima dengan sangat baik, bahkan Mbok Rondo Dadapan sudah mengakuinya seperti keluarga sendiri. Joko Bodo, putra satu-satunya Mbok Rondo Dadapan, sangat memperdulikan dan selalu ada untuk Kembang Sore. Bahkan Joko Bodo menyatakan cintanya untuk Kembang Sore. Dalam hatinya yang selalu dihantui cinta Pangeran Kalang, Kembang Sore menolaknya. Ia sudah berjanji dalam hatinya. Ia tak akan mencintai lelaki lain, selain Pangeran Lembu Peteng.


Joko Bodo semakin kasmaran. Setiap hari cintanya selalu tumbuh, meski sering kali Kembang Sore menolaknya.

"Roro Kembang Sore, jangan selalu menolak cintaku. Aku akan melakukan apa saja yang engkau mau, demi membuktikan betapa besarnya cintaku padamu Cah ayu?"

Kembang Sore semakin bingung, dengan ulah Joko Bodo. Ia mencari alasan untuk menghindar dan menolaknya. Akhirnya ia berkata pada lelaki yang tak dicintainya itu

"Joko Bodo, aku mau menerima cintamu. Asalkan kamu mau bertapa dan puasa mbisu (tidak bercakap-cakap dengan orang lain."
Kembang Sore sebenarnya kasihan dengan Joko Bodo, tapi tidak mencintai dan menganggapnya sebagai saudara.


Joko Bodo pun pergi kesebuah gunung yang tak jauh dari rumah. Ia buktikan cintanya pada Kembang Sore. Tak lama kemudian  Kembang Sore pun meninggalkan rumah Mbok Rondo Dadapan. Ia berniat menjauh dari Joko Bodo dan menginginkan menyendiri mencari ketenangan. Ia  Akhirnya bertapa di sebuah 'gunung cilik'.

Mbok Rondo Dadapan sangat bingung. Rumahnya sepi tanpa penghuni. Dicarinya mereka kesana-kemari, tapi tidak menemukan siapa pun di rumah. Setelah beberapa lama mencari ia menemukan Joko Bodo yang duduk menyendiri.

"Joko Bodo, Joko Bodo?" Mbok Rondo Dadapan memanggil anaknya hingga beberapa kali. Joko Bodo tetap diam tak bergeming. Dengan rasa kesal dan marah, mbok Rondo Dadapan berucap,

"Joko Bodo kamu 'budhek' seperti batu, kenapa ibu berkali-kali memanggilmu kamu cuma diam membisu?!"


Saat itu juga terdengar suara halilentar seakan menyambar. Saat itu pula Joko Bodo berubah menjadi batu hitam. Ibunya menangis sedih, anak semata wayangnya kini beeubah menjadi batu. Masyarakat sekitar menamainya gunung itu dengan sebutan 'Gunung Budek'

Roro Kembang Sore, dengan segala penyesalannya ia kembali ke kediamannya. Dia sangat bersedih dan berduka. Roro Kembang Sore pun bersumpah, ia tidak mau menikah selain dengan Joko Budeg. Sisa hidupnya untuk bertapa hingga menjadi seorang resi yang digdaya. Hingga akhir hayatnya, ia di makamkan di satu tempat yang dikenal Giri Bolo. Di kec. Kauman Kab. Tulung Agung.


#historicalfiksi
#onedayonepost
#kelasfiksi
#ODOP_6



             

9 komentar: