Jumat, 05 Oktober 2018

KENANGAN PILU



        KENANGAN PILU
            (bagian 1)
Oleh : Nurul Hidayah


       Suara burung yang terbang lewat itu mengingatkan aku kembali, pada peristiwa dua tahun silam.

       Ibu mertuaku, ia terserang penyakit gula darah. Tapi ibu selalu rutin untuk periksa ke dokter setiap merasa badanya tidak nyaman, atau pun di saat obatnya habis.

      Syukurlah dokter yang menangani ibu rumahnya tidak jauh, bahkan masih di bilang tetangga. Jadi kalau ibu sedang mengeluh lebih gampang untuk mengantarkanya.

     Pada suatu malam Ibu pernah tidak sadarkan diri, ia sudah pucat dan tidak bergerak saat itu .... cucunya menangis sejadi-jadinya dan menggoyang-goyangkan tubuh neneknya sambil memanggil namanya. Alkhamdulillah Ibu sadar dan kami pun mengantar Ibu ke dokter langganannya itu.

      Ibu Mertuaku punya tiga orang  anak semua sudah berumah tangga dan rumahnya pun saling berdekatan satu dengan yang lainnya. Jadi meskipun Ibu sendiri di rumah anak dan cucunya bisa datang menjengguknya, apalagi rumah adik berdampingan dengan rumah Ibu.

        Maklumlah kadang orang tua  kita pinginya tetap berada di rumahnya sendiri ia bisa nyaman dan kapan pun bisa istirahat, Ibu masih kuat untuk berjalan dan sholat pun masih mampu mengerjakannya, setelah mengerjakan sholat Ibu lanjutkan dengan membaca Al-Quran dan itu pun sudah menjadi kebiasaan Ibu di setiap harinya.

       Sering merasa kangen karena Ibu mertua sosok yang Ceria ia sering bercerita tentang kenanganya sewaktu Ayah masih ada, dengan cerita itu cucunyapun yang masih kecil mempertanyakan keberadaan Kakeknya dan Ibu pun memberitau kalo Kakeknya rumahnya sudah pindah di gunung cilik (nama tempat pemakaman yg berada di lereng gunung)

       Sontak cucunya yang masih kecil ingin tau rumah kakeknya dan bocah kecil itu pun merengek untuk minta di antar ke rumah kakeknya ... Ibu tertawa dan menjelaskan kepada cucunya yang masih kecil itu, kalau kakeknya sudah meninggal dunia dan di makamkan di sana. Cucunya itu tetap ngotot dan merajuk ingin sekali meluhat rumah kakeknya.

        Akhirnya Ayahnyapun mengalah dan mengantarkan anaknya untuk melihat dan berkunjung di makam kakeknya.

         Bocah kecil itu akhirnya  mengerti dan faham kalau kakeknya sudah meninggal dunia dan rumah kakek tidak sama dengan rumah orang yang masih hidup. Rumah kakek tidak lain adalah makamnya.


#onedayonepost
#ODOP_6

2 komentar:

  1. ikut berduka ya mb Nurul. Allah memang selalu punya rencana untuk umat-Nya, yang kadang kita tidak bisa memahaminya secara akal. Kakak saya pertama, meninggal di usia 40 tahun, juga dengan proses cepat. malam opname, subuh masuk ICU, jam 7 pagi meninggal

    kakak kedua saya, meninggal di usia 53 tahun, karena kecelakaan.

    Semuanya terjadi begitu cepat, yang sering kali bikin saya bertanya, kalau saya berikutnya, saya uda punya bekal apa aja?

    BalasHapus
  2. Innalillahi wa innailaihi roji'un ... smoga kakak Dik Inna khusnul khotimah, pertanyaan yang sama juga Dik, dan waktu serasa begitu cepat berlalu dan kita belum juga merasa mampu untuk itu. Semoga Alloh senantiasa memberkahi kita ... meridhoi kita .... Aamiin

    BalasHapus